Setiap negara pasti memiliki pakaian tradisional masing-masing. Di Jepang, salah satu pakaian tradisionalnya adalah kimono. Kimono cukup terkenal di dunia, hampir semua orang pernah melihatnya bahkan memakainya. Arti harfiah kimono (着物) adalah baju atau sesuatu yang dikenakan (ki berarti pakai, dan mono berarti barang)
Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita
yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode. Ciri khas furisode adalah lengan yang lebarnya hampir menyentuh lantai. Perempuan yang genap berusia 20 tahun mengenakan furisode untuk menghadiri seijin shiki. Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil diluar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-go-san. Selain itu, kimono dikenakan oleh pekerja bidang industri jasa dan pariwisata, pelayan wanita rumah makan tradisional (ryotei) dan pegawai penginapan tradisional (ryokan)
Pakaian pengantin wanita tradisional Jepang (hanayome isho) terdiri dari furishode danuchikake (mantel yang dikenakan di atas furisode). Furisode pengantin wanita berbeda dari furisode untuk wanita muda yang belum menikah. Bahan untuk furisode pengantin diberi motif yang dipercaya mengundang keberuntungan, seperti gambar burung jenjang. Warna furisode pengantin juga lebih cerah dibandingkan furisode biasa. Shiromuku adalah sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih bersih dengan motif tenunan yang juga berwarna putih.
Kimono berkembang sesuai zamannya, berikut adalah sejarah kimono:
Zaman
Jomon dan zaman Yayoi

Kimono zaman Jomon dan zaman Yayoi berbentuk seperti baju terusan. Dari
situs arkeologi tumpukan kulit kerang zaman Jomon ditemukan haniwa. Pakaian atas yang dikenakan haniwa disebut kantoi (貫頭衣).
Zaman Kofun
Pakaian zaman Kofun mendapat pengaruh dari daratan China,
dan terdiri dari dua potong pakaian yaitu pakaian atas dan pakaian bawah. Haniwa
mengenakan baju atas seperti mantel yang dipakai
menutupi kantoi. Pakaian
bagian bawah berupa rok yang dililitkan di pinggang. Dari
penemuan haniwa terlihat pakaian berupa celana berpipa
lebar seperti hakama.
Zaman Nara
Pada
zaman Nara terjadi perubahan dalam cara mengenakan kimono. Apabila sebelumnya
kerah bagian kiri harus berada di bawah kerah bagian kanan, sejak zaman Nara,
kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Cara mengenakan
kimono dari zaman Nara terus dipertahankan hingga kini. Hanya orang meninggal lah dipakaikan kimono dengan kerah kiri berada di bawah kerah kanan.
Zaman Heian
Ada tiga jenis
pakaian untuk pejabat pria pada zaman Heian:
· Sokutai (pakaian upacara resmi berupa setelan lengkap)
· I-kan (pakaian untuk tugas resmi sehari-hari yang sedikit lebih ringan dari sokutai)
· Noshi (pakaian untuk kesempatan pribadi yang terlihat mirip dengan i-kan).
Zaman
Kamakura dan zaman Muromachi

Pada zaman Sengoku,
kekuasaan pemerintahan berada di tangan samurai. Samurai mengenakan pakaian
yang disebut suikan. Pakaian jenis ini nantinya
berubah menjadi pakaian yang disebut hitatare.
Pada zaman Muromachi, hitatare merupakan pakaian resmi samurai. Pada
zaman Muromachi dikenal kimono yang disebut suō (素襖), yakni
sejenis hitatare yang tidak menggunakan kain pelapis
dalam. Ciri khas suō adalah lambang keluarga dalam ukuran
besar di delapan tempat.
Awal zaman Edo

Penyederhaan
pakaian samurai berlanjut hingga zaman Edo.
Pakaian samurai zaman Edo adalah setelan berpundak lebar yang disebut kamishimo (裃). Satu
setel kamishimo terdiri dari kataginu (肩衣) dan hakama. Di kalangan
wanita, kosode menjadi semakin populer sebagai simbol
budaya orang kota yang mengikuti tren busana. Tali
pinggang kumihimo dan gaya mengikat obi di punggung mulai dikenal sejak zaman
Edo. Hingga kini, keduanya bertahan sebagai aksesori sewaktu mengenakan kimono.
Akhir zaman Edo
Politik isolasi (sakoku) membuat terhentinya impor benang sutra. Kimono mulai dibuat dari benang sutra produksi dalam negeri. Pakaian rakyat dibuat dari kain sutra jenis crape lebih murah. Setelah terjadi kelaparan zaman Temmei (1783-1788), keshogunan Edo pada tahun 1785 melarang rakyat untuk mengenakan kimono dari sutra. Pakaian orang kota dibuat dari kain katun atau kain rami. Kimono berlengan lebar yang merupakan bentuk awal dari furisode populer di kalangan wanita.
Zaman
Meiji dan zaman Taisho
Industri
berkembang maju pada zaman Meiji. Produksi sutra meningkat, dan Jepang menjadi eksportir sutra terbesar. Tersedianya
beraneka jenis kain yang dapat diproses menyebabkan berkembangnya teknik pencelupan
kain. Pada zaman Meiji mulai dikenal teknik yuzen, yakni menggambar dengan kuas untuk
menghasilkan corak kain di atas kain kimono.
Di era modernisasi Meiji, bangsawan istana mengganti kimono dengan pakaian Barat supaya tidak dianggap kuno. Walaupun demikian, orang kota yang ingin melestarikan tradisi estetika keindahan tradisional tidak menjadi terpengaruh. Orang kota tetap berusaha mempertahankan kimono dan tradisi yang dipelihara sejak zaman Edo. Sebagian besar pria zaman Meiji masih memakai kimono untuk pakaian sehari-hari. Setelan jas sebagai busana formal pria juga mulai populer. Sebagian besar wanita zaman Meiji masih mengenakan kimono, kecuali wanita bangsawan dan guru wanita yang bertugas mengajar anak-anak perempuan.
Zaman Showa
Setelah
Jepang kalah dalam Perang Dunia II,
wanita Jepang mulai kembali mengenakan kimono sebelum akhirnya ditinggalkan
karena tuntutan modernisasi. Dibandingan kerumitan memakai kimono, pakaian
Barat dianggap lebih praktis sebagai pakaian sehari-hari.
Hingga
pertengahan tahun 1960-an, kimono masih
banyak dipakai wanita Jepang sebagai pakaian sehari-hari. Pada saat itu,
kepopuleran kimono terangkat kembali setelah diperkenalkannya kimono
berwarna-warni dari bahan wol. Wanita zaman itu
menyukai kimono dari wol sebagai pakaian untuk kesempatan santai.
Demikianlah penjelasan mengenai kimono. Pada kenyataannya kimono cukup sulit untuk dipakai karena ada beberapa tahapannya. Namun setelah dipakai hasilnya sangat bagus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar